Kenikmatan Yang Mematikan


Suku Eskimo yang mendiami Kutub Utara memiliki teknik yang unik berburu serigala sebagai santapan hariannya, mereka menggunakan pisau yang sangat tajam, lalu merendamnya di dalam darah hewan lain. Darah yang menyelimuti pisau itu mereka biarkan membeku. Selanjutnya pisau yang sudah dilumuri darah beku tersebut, ditanam di dataran tinggi tempat serigala sering bermain.

Pisau itu sendiri ditanam dengan posisi bagian ujung (mata pisau) mencuat ke atas. Dengan trik seperti itu, acapkali serigala datang dan mengendus-endus bau darah yang menyelimuti pisau tersebut. Tentu saja, mata pisau yang tajam dengan sendirinya melukai lidah si serigala. Walaupun demikian, udara yang dingin membuat sang serigala tidak merasa sakit, meski ia menjilati pisau yang tajam dan darahnya sendiri. Lama kelamaan serigala mati lemas karena kehabisan darah. Selanjutnya dapat ditebak! Suku Eskimo dapat dengan mudah membawa serigala itu untuk dijadikan santapan.


*** Cerita ini saya dapatkan dari buku berjudul “Setengah Isi Setengah Kosong” karya Parlindungan Marpaung. Beliau menganalogikan kisah cerita serigala di atas dengan orang yang mulai berani melakukan suatu hal yang buruk. Awalnya hanya mencoba-coba, namun akhirnya menjadi kebiasaan. Hati nuraninya awalnya menolak perbuatan buruk tersebut, namun lama kelamaan hatinya menjadi beku.

Berbicara masalah perbuatan buruk, syariat agama Islam dengan jelas melarangnya, karena perbuatan buruk hanya akan berakibat keburukan bagi pelakunya. Namun hawa nafsu selalu mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang buruk untuk memuaskan hawa nafsu. Iblis pun membantu membisikkan kata-kata manis agar kita tergoda dan mau melakukan sesuatu yang buruk tersebut.

Menurut parlindungan Marpaung, Iblis tidak pernah membukakan akibat suatu perbuatan ketika dia sedang membujuk seseorang untuk berbuat jahat. Namun, ketika akibat perbuatan tersebut menimpa seseorang, maka iblis pun pergi meninggalkannya untuk mencari mangsa lain. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Ketika kita sudah terjerumus ke dalam perbuatan buruk, dan akibat perbuatan tersebut telah kita rasakan, barulah kita sadar. Namun saat itu penyesalan tidak ada gunanya lagi.

Oleh karena itu, bagi yang belum terlibat perbuatan buruk, pikirkanlah sesuatu yang baik-baik. Apalagi bagi yang mulai “mengendus-endus”. Ada baiknya untuk segera berpikir bahwa ada hal lain yang halal dan bemoral untuk dilakukan. Sedangkan bagi yang sudah mulai “menjilati”, berhentilah dan berbaliklah pada ajaran agama.

Penulis: Jaja Suhana
Sumber: Parlindungan Marpaung, Setengah Isi Setengah Kosong, (Bandung, MQS Publishing, 2011) hal. 196-200.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Babak Baru FLP Ciputat

Pemilu dan Momentum Indonesia Maju